Petani Sawit

Hari Tani Nasional: Petani Sawit Swadaya Hadapi 4 Kendala

Hari ini, 24 September 2024, tepat peringatan ke 64 Tahun Hari Tani Nasional. Peringatan ini wujud apresiasi perjuangan para petani di Indonesia. Harapanya, ada kehidupan yang semakin baik bagi para petani di Indonesia.

Dalam arti luas, pertanian juga mencakup perkebunan kelapa sawit. Kelapa sawit sendiri terdiri atas kebun perusahaaan (53%), kebun masyarakat (42%) dan kebun milik negara (5%).

Dalam bidang perkebunan kelapa sawit, pemerintah Indonesia terus berupaya untuk menolong dan membantu, serta meningkatkan derajat petani sawit swadaya. Yakni, melalui sistem sertifikasi kelapa sawit yang dikenal dengan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

Terbaru, terbit permentan 38 tahun 2020 yang mengatur jalanya sertifikasi ISPO bagi perkebunan kelapa sawit. Seharusnya, tahun 2025 petani swadaya telah mencapai dan tersertifikasi ISPO.

Namun, implementasi dan perjalanan ISPO ditingkat petani swadaya masih menghadapi tantangan. Limetry Liana, Hermanto Siregar, Bonar Marulitua Sinaga, Dedi Budiman Hakim (2024) mengungkapkan, 4 kendala penerapan sertifikasi keberlanjutan oleh perkebunan kelapa sawit rakyat di Indonesia.

Pertama, rendahnya pengetahuan petani tentang konsep keberlanjutan, terutama praktik pertanian yang baik.

Kedua, rendahnya kelembagaan petani rakyat.

Ketiga, adanya perbedaan persepsi petani rakyat yang menganggap sertifikasi keberlanjutan hanya diperuntukkan bagi petani kaya (biaya sertifikasi mahal).

Dan, Keempat, tidak adanya jaminan yang diterima petani dalam penerapan prinsip dan kriteria sertifikasi keberlanjutan, yang jadi masalah:

Pertama, persepsi masyarakat terhadap ISPO menunjukkan adanya tren positif (Fuad Muchlis, Aulia Farida, Siti Kurniasih, 2024). Namun, sebagian besar pekebun swadaya memiliki pengetahuan yang rendah terhadap penerapan ISPO.

Adanya persepsi yang positif ini, menjadi indikasi yang baik bagi penerapan ISPO pada perkebunan sawit swadaya di masa yang akan datang.

Brandi dan Hosang (2016) menyimpulkan, tantangan yang dihadapi petani kelapa sawit, terutama petani swadaya berupa kepatuhan petani swadaya terhadap sertifikat tanah, penggunaan pestisida dan pemupukan serta dokumentasi seperti yang dipersyaratkan dalam sertifikasi.

Selain itu, Hutabarat (2017) diantaranya terbatasnya pengetahuan petani tentang penerapan praktik pertanian yang baik (GAP), adanya syarat legalitas usaha perkebunan, rendahnya pendapatan rumah tangga petani dan luas kepemilikan lahan kebun.

Oleh karena itu, Limetry Liana, Hermanto Siregar, Bonar Marulitua Sinaga, Dedi Budiman Hakim (2024) menyimpulkan minimnya pengetahuan petani akan sertifikasi keberlanjutan akibat kurangnya penyuluhan dan pelatihan yang diberikan oleh pemerintah, baik pusat (Kementerian Pertanian) maupun daerah (Dinas Perkebunan) terutama bagi petani yang masih tinggal jauh di pelosok ibu kota.

Oleh sebab itu, ke depannya perlu dilakukannya penyuluhan dan pelatihan sertifikasi keberlanjutan (sertifikasi ISPO) dengan target utamanya adalah petani rakyat.

Kedua, banyak petani lebih nyaman menjalankan usaha taninya secara individual. Hal ini menyebabkan minimnya keikutsertaan dalam kelompok tani atau organisasi petani kelapa sawit. Oleh karena itu, peran lembaga atau organisasi petani sangat dibutuhkan agar seluruh informasi terkait sertifikasi keberlanjutan dapat disampaikan secara efektif dan diterima oleh seluruh petani rakyat. Kemudian, banyak bantuan dari Dinas Terkait atau BPDPKS menyaratkan bantuan melalui lembaga, seperti Koperasi atau Kelompok Tani.

Ketiga, Kajian yang dilakukan Salman et al. (2017) menyimpulkan bahwa sertifikasi keberlanjutan belum mampu memberikan manfaat finansial jika dibandingkan dengan biaya sertifikasi yang dikeluarkan. Petani masih beranggapan bahwa sertifikasi keberlanjutan hanya diperuntukkan bagi petani kaya yang memiliki kemampuan modal yang lebih baik karena biaya sertifikasi keberlanjutan yang mahal.

Keempat, tidak adanya aturan baku yang membahas terkait reward dan punishment yang diterima petani dalam menerapkan prinsip dan kriteria sertifikasi keberlanjutan, baik RSPO maupun ISPO menjadi alasan petani untuk tidak mau menerapkan sertifikasi keberlanjutan di Indonesia (Limetry Liana, Hermanto Siregar, Bonar Marulitua Sinaga, Dedi Budiman Hakim (2024).

Singkatnya, melalui tulisan ini, penulis berharap adanya sinergi dari berbagai pihak guna mensukseskan penerapan sertifikasi, baik Dinas, Pemerintah Desa, NGO hingga organisasi kelompok tani. Monitoring dan evaluasi penerapan prinsip dan kriteria sertifikasi keberlanjutan di lapangan, sehingga penerapan prinsip dan kriteria sertifikasi keberlanjutan benar-benar diterapkan oleh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit, terutama petani rakyat di Indonesia. Serta, terjaminya biaya melakukan sertifikasi.

Referensi :

Permentan 38 tahun 2020

Fuad Muchlis, Aulia Farida, Siti Kurniasih. (2024). PERSEPSI PEKEBUN SWADAYA TERHADAP PENERAPAN INDONESIAN SUSTAINABEL PALM OIL (ISPO) DI KABUPATEN MUARO JAMBI,  Jurnal Agrinus, 1(1); 85-92.

Limetry Liana, Hermanto Siregar, Bonar Marulitua Sinaga, Dedi Budiman Hakim. (2023). KENDALA PENERAPAN SERTIFIKASI KEBERLANJUTAN OLEH PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI INDONESIA: SEBUAH TINJAUAN EMPIRIS (The Constraints to Implementation of Sustainability Certification by Palm Oil Smallholders in Indonesia: An Empirical Review). Jurnal Dinamika Pertanian, Edisi XXXIX Nomor 2 Agustus 2023, 131-140.

Brandi, C., dan Hosang C. (2016). Sustainability Standards for Palm Oil: Challenges for Smallholder Certification under the RSPO. Journal of Environment & Development, 24(3): 1-31.

Hutabarat, S. (2017). ISPO Certification and Indonesian Oil Palm Competitiveness in Global Market Smallholder Challenges Toward ISPO Certification. Agro Ekonomi, 28(2): 170-188.

Salman, F., Naji, M., Djohar, S. (2017). Cost and Benefit Analysis of RSPO Certification (Case Study in PT BCA Oil Palm Plantation in Papua). Indonesian Journal of Business and Entrepreneurship (IJBE), 3(3): 219-228.

Penulis: Choirul Fuadi – Manajer ICS BUM Desa Berkah Mulya Jaya Mekar Mulya

| Rekomendasi Untuk Anda