FORTASBI – Perubahan iklim adalah ancaman yang kian nyata yang lambat laun akan dirasakan oleh petani sawit swadaya. Perubahan pola hujan ekstrem, kekeringan berkepanjangan, hingga peningkatan serangan hama dan penyakit tumbuhan jadi tantangan masa depan perkebunan sawit.
Dengan kondisi perubahan lingkungan ini, bagi petani sawit swadaya, keberlanjutan dan adaptasi serta memitigasi adalah jalan keluar untuk mengurangi dampak.
Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FORTASBI), pada tahun 2025, telah beranggotakan 60 kelompok petani sawit swadaya, memiliki komitmen ganda mencapai produktivitas yang optimal dan melaksanakan praktik berkelanjutan.
Melaksanakan praktik berkelanjutan adalah langkah memantapkan mitigasi perubahan iklim sebagai strategi untuk mengamankan masa depan perkebunan petani sawit swadaya.
Selama 2025 ini, FORTASBI terus meningkatkan kapasitas anggota dengan berbagai pelatihan pertanian regeneratif, Training of Trainers (ToT) Karbon serta pelatihan terhadap ratusan petani terkait perhitungan karbon dan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di perkebunan sawit swadaya.
Meningkatkan produktivitas adalah tujuan, namun di sisi lain sertifikasi keberlanjutan juga adalah bagian dari memantapkan praktik yang tidak hanya menyelamatkan iklim.
Mitigasi perubahan iklim bukan hanya wacana, ada praktik baik yang dilakukan petani sebagai bagian dari untuk produksi TBS rendah karbor dengan fokus pada intensifikasi lahan, penggunaan pupuk organik dari tandan buah kosong, kotoran hewan, pengayaan tanaman, rehabilitasi area nilai konservasi tinggi (hutan dan sungai larangan, pengolahan area gambut), serta penaman pohon, pembibitan.
Berbagai langkah itu, terus diterapkan dalam kerja-kerja berdampak FORTASBI dan petani sawit swadaya bersertifikat dan terus bergerak menuju produksi Fresh Fruit Bunch (FFB) low carbon.
Bagi FORTASBI, mitigasi perubahan iklim di perkebunan kelapa sawit swadaya adalah aksi kolektif, bukanlah hanya tugas individu petani sawit swadaya.
